Menjadi Mahasiswa Sukses
Pada saat Penulis
menjadi narasumber tentang kiat sukses belajar di Perguruan Tinggi, tiba-tiba
ada salah seorang peserta yang bertanya tentang bagaimana kiat menjadi seorang
mahasiswa sukses. Apakah kita harus terus menerus belajar dan menjadi seorang
yang “kutu buku” ataukah kita menghabiskan waktu untuk aktif di organisasi atau
bagaimana yang terbaik agar kami betul-betul menjadi mahasiswa yang sukses?
Pertanyaan dari
mahasiswa tersebut, Penulis jawab dengan menyederha-nakan masalah bahwa
mahasiswa yang sukses adalah mahasiswa yang bisa membagi waktu dengan baik
antara kegiatan akademik (perkuliahan) dengan kegiatan kemahasiswaan. Saudara
bisa menjadi aktivis organisasi sekaligus juga memiliki indeks prestasi yang
baik. Pada saat itu, penulis belum berpikir lebih jauh bahwa tidak semua
mahasiswa memiliki kemampuan demikian. Apalagi bagi mereka yang tidak terbiasa
aktif di organisasi, tentu akan mengalami kesulitan untuk menjadi mahasiswa
sukses. Dengan demikian, sukses hanya dimiliki oleh segelintir mahasiswa yang
betul-betul bisa membagi waktu dengan baik.
Bagaimana dengan
mahasiswa lainnya, yang sebagian besar tidak aktif di organisasi kemahasiswaan,
apakah mereka tidak mempunyai hak untuk menjadi orang yang sukses? Hasil
penelitian yang Penulis lakukan di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di
Purwokerto menunjukkan bahwa mahasiswa yang aktif di organisasi kemahasiswaan
kurang lebih sepuluh persen dari keseluruhan mahasiswa. Ini artinya sembilan
puluh persen mahasiswa tidak memiliki hak untuk menjadi mahasiswa sukses jika
definisi sukses adalah memiliki kemampuan dalam membagi waktu antara kegiatan
kemahasiswaan dengan kegiatan akademik.
Kegelisahan ini yang
mendorong Penulis untuk mendalami persoalan ini, apa yang dimaksud dengan
mahasiswa yang sukses dan apa indikatornya? Pertanyaan tersebut bersifat ontologis
sehingga harus menjawab hakekat dari kesuksesan itu sendiri dan apakah semua
orang memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi seorang yang sukses?
Setelah Penulis
membaca buku Andrie Wongso (2006), “15 Wisdom Success” dan menyimak perjalanan
hidup beliau, ternyata sukses bukan milik orang-orang tertentu saja, sukses
bisa menjadi milik siapapun yang memiliki kesadaran dan kemauan untuk berjuang
dengan kesungguhan hati. Dari pendapat tersebut berarti semua mahasiswa pada
hakekatnya memiliki peluang yang sama untuk menjadi mahasiswa yang sukses.
Kunci sukses dalam hal ini berkaitan dengan mentalitas seseorang. Mentalitas
yang mau berubah, dinamis, progressif dan konsisten pada hal-hal yang positif.
Seorang mahasiswa
yang berlatar belakang pendidikan Sekolah Menengah Atas favorit dan ketika
masuk ke Perguruan Tinggi memiliki prestasi tinggi, ia tergolong anak yang
pintar. Kemudian saat perkuliahan berlangsung, dia menjadi orang yang
biasa-biasa saja. Dia hanya senang dengan kepintarannya, malas belajar, dan
mengerjakan tugas apa adanya. Dia tidak sungguh-sungguh untuk meningkatkan
prestasi dan mengembangkan dirinya. Potensi yang dimilikinya tidak dikembangkan
dengan sebaik-baiknya. Dia gagal dalam studinya dan sekaligus juga gagal dalam
menjalani kehidupan setelah selesai kuliah. Sebaliknya, ada seorang mahasiswa
ketika masuk Perguruan Tinggi, dia berasal dari keluarga yang berekonomi lemah
dan prestasinya di Sekolah Menengah Atas biasa-biasa saja. Namun, berkat
kesungguhan dan kerja kerasnya, dia berhasil meraih prestasi yang bagus dan
hubungannya pun dengan sesama temannya cukup harmonis serta sukses setelah
menyelesaikan studinya.
Mentalitas yang perlu
dibangun untuk menjadi mahasiswa yang sukses, menurut Erich Fromm (1976),
Seorang Psikoanalisis modern dari Frankfurt German, adalah mentalis menjadi (to
be). Dalam buku “To Have or To Be”, Fromm membedakan karakter manusia yang
sangat mendasar antara karakter “to have” (memiliki) dan karakter “to
be” (menjadi). Para mahasiswa dari karakter “to have”, ia datang ke
kampus mendengarkan kuliah, mencatat setiap kata yang diucapkan dosen dalam
buku catatannya, menghapal apa yang disampaikan dosen, dan dia lulus dalam
ujian. Isi dari perkuliahan yang didapatkannya tidak menjadi bagian dari sistem
pemikiran yang ada dalam dirinya. Ia hanya menerima dan menyimpan dalam
memorinya, tanpa mengadakan pengembangan dan pendewasaan dalam cara
berpikirnya. Mahasiswa dan isi kuliah tetap saja asing satu sama lain.
Mahasiswa berpegang teguh terhadap apa yang telah dipelajarinya, baik dengan
cara menghapalnya atau memelihara catatan kuliah, mahasiswa tidak menciptakan
sesuatu yang baru.
Sementara mahasiswa
yang berkarakter “to be” adalah mahasiswa yang memikirkan
masalah-masalah yang akan dibicarakan dalam perkuliahan dan dalam pikiran
mahasiswa telah mempunyai pertanyaan-pertanyaan yang akan didialogkan dalam
perkuliahan. Mereka terlibat dalam topik yang didiskusikan dan tertarik untuk
membahasnya. Mahasiswa bukan merupakan wadah yang pasif, melainkan menyimak,
menerima dan menanggapi secara aktif dan produktif. Kalaupun mencatat,
mahasiswa mencatat dengan menggunakan konsep untuk diingat dan didialogkan
dengan data-data lain yang ada hubungannya dengan tema yang dibahas.
Mentalitas “to be”
(menjadi), menuntut mahasiswa untuk terus menerus belajar dengan cara
memanfaatkan seluruh potensi yang diberikan oleh Allah swt. Belajar tidak
diartikan secara sempit hanya menjadi seorang yang kutu buku saja, tetapi
mengandung makna yang luas. Belajar bisa dari buku, lingkungan, pengalaman, dan
bahkan dari alam semesta. Konsep belajar ini sama maknanya dengan perintah
Allah kepada Nabi Muhammad ketika pertama kali menerima wahyu, yakni “iqra”.
Perintah ayat ini tidak disebutkan secara langsung obyek yang harus dibaca,
tetapi bersifat general. Artinya kita bisa membaca apa saja untuk mendapatkan
pengetahuan. Justru hal yang terpenting saat kita membaca diarahkan agar bacaan
yang kita lakukan diarahkan pada tujuan yang positif yakni dengan menyebut nama
Allah.
Pada konteks ini,
kita diingatkan oleh Allah bahwa manusia bukanlah makhluk bumi yang bekerja
secara naturalis, segala cara bisa dibenarkan. Seperti binatang untuk
mendapatkan makanan, dia bisa mengorbankan temannya atau dia mencuri milik
tuannya. Manusia dalam merubah dirinya atau dalam mengembangkan mentalitas “to
be”-nya harus dilandasi oleh nilai-nilai spiritual yang ada dalam dirinya.
Penulis sepakat dengan apa yang dikatakan oleh Andi Odang ketika memberikan
kata pengantar dalam buku Andrie Wongso (2006) bahwa manusia adalah “makhluk
spiritual yang sedang mendiami bumi”.
Pernyataan tersebut
sejalan dengan konsep Islam yang menjelaskan bahwa manusia secara fitrah
(bawaan lahir) sudah memiliki sense keberagamaan (spiritualitas), selain
sense curiosity (rasa ingin tahu) dan sense keindahan (seni). Dengan
potensi spiritualitas yang ada pada diri manusia (QS. 7:172), secara hakiki
manusia sebenarnya memiliki kecenderungan untuk berbuat kebaikan dan dapat
mengembangkan dirinya ke arah positif seperti bekerja keras, disiplin,
konsisten, jujur dan sebagainya.
Dengan demikian,
mahasiswa sukses adalah mahasiswa yang memiliki kemampuan dalam mengelola
mentalitas dirinya dari mentalitas yang stagnan, pasif dan kontraproduktif
menjadi mahasiswa yang memiliki mentalitas dinamis, progresif dan konsisten dalam
memperjuangkan kebenaran atau hal-hal yang positif. Indikator yang dapat
dijadikan alat ukur untuk melihat kesuksesan mahasiswa seperti yang penulis
uraikan di atas, terletak pada kemampuan yang dimiliki oleh mahasiswa dalam
mengelola dirinya, menjalin komunikasi (relasi) dengan sesama mahasiswa atau
dengan orang lain, dan tentunya sebagai makhluk spiritual, kualitas hubungan
mahasiswa dengan Tuhan-nya juga menjadi salah satu indikator kesuksesan
mahasiswa. Dengan mengutip pendapat Eloy Zalukhu (2012), mahasiswa yang sukses
adalah mahasiswa yang dapat menjalankan secara seimbang tiga pilar kesuksesan
yaitu Personal Mastery, Interpersonal Mastery, dan Spiritual Mastery.
Selamat mencoba,
semoga tulisan ini dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa dalam menjalani
kehidupan ke depan yang lebih cerah dan bermartabat. Tidak ada kata terlambat
untuk memulai sesuatu yang positif. Mulailah dari keyakinan, kemauan, dan
keberanian kita untuk berubah.
Komentar
Posting Komentar